2. Dunia Paralel

 






 Pagi ini pagi yang sangat berisik. Telinga Nio terpaksa harus mendengar suara keras ibunya. Entah kenapa Ibunya sangat sensi sekali—seperti jenis masker.

“Nio! Cepat pakai seragam mu lalu sarapan!”

“Ayah! Cepat menyiapkan keperluan di kantor lalu sarapan!”

Begitulah teriakan Ibunda Nio dari dapur. Pemuda dengan mata coklat itu berjalan menuju tempat menyimpan sisir lalu menggunakan benda tersebut. Ada sebuah kaca yang tergantung di dinding. Kaca itu ia gunakan untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat dilihat mata sepenuhnya.

“Ah, aku ganteng sekali.” Sungguh sangat percaya diri Nio mengucapkannya.

Setelah acara sisir-menyisir selesai, Nio langsung menuju dapur untuk sarapan. Akan kacau nanti jika Ibunya lebih marah dari yang tadi.

“Mau berangkat sendiri atau bareng Ayah?” Tanya Ayah ketika Nio sudah sampai di meja makan.

Pemuda itu menarik kursi sedikit keluar agar ia bisa duduk dan makan dengan nyaman. “Sendiri saja. Aku naik sepedah,” jawab Nio yang sedang mengambil nasi dan lauk nya; nugget.

“Oke kalau begitu. Tapi nanti ban belakang nya di kasih angin dulu, ya. Semalam Ayah liat ban belakang sepeda mu sedikit kempes.” Ayahnya Nio menatap layar handphone nya. Itu merupakan sebuah kebiasaan Ayahnya Nio sebelum sarapan pagi. Yaitu untuk menginformasikan bawahannya di tempat kerja.

Ayahnya Nio bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan jabatan sebagai staff dan mengawasi bagian gudang. Setiap ada pengiriman barang, Ayahnya Nio lah yang mengkordinasikan bawahannya untuk melakukan yang Ayahnya suruh.

Nio hanya mengangguk setelah mendengarkan ayahnya tadi. Ia memilih untuk melanjutkan makan. Nio memang ingin cepat sampai-sampai disekolah karena ingin melakukan sesuatu kegiatan yang sepertinya tidak ada gunananya.

Seperti yang Ayahnya tadi suruh, Nio me-mompa ban belakang sepedanya sampai keras dan tidak kempes sedikit pun. Nio kembali menghampiri Ayah dan Ibunya yang berada di dapur untuk pamit dan pergi sekolah.

“Hati-hati, jangan ngebut!” pesan kedua orang tua Nio.

Nio tersenyum dan mengangguk lalu mulai mengayuh sepedanya  menuju ke sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya.

***

Nio memang sedikit nakal. Ia tidak menuruti pesan kedua orang tuanya saat mau berangkat tadi. Kini Nio sedang berada di jalanan dengan kecepatan tinggi. Tapi tetap saja ia melihat keadaan. Di depan sana ada tikungan dengan rumah orang dipinggirnya. Artinya, Nio tidak bisa melihat ada apa setelah tikungan itu. Ia memelankan laju sepedanya.

Setelah melewati tikungan itu dengan pelan, Nio kembali melanjutkan dengan mempercepat sepedanya. Di sebelah kiri jalan, ada sebuah truck barang sedang terparkir. Ia pikir, tidak ada apa-apa setelah truk itu. Namun ternyata,

BRUKKK

Nio menabrak orang yang sedang ingin menyebrang di sebelah truck itu. Nio, dia—dengan barang belanjaannya—terjatuh 1 meter di depan truck yang sedang terparkir itu.

“Aduh, Mbak! Kalau mau nyebrang, liat kanan-kiri dong!” Nio memanggilnya ‘Mbak’ karena orang itu adalah perempuan.

Perempuan itu terdiam. Sepertinya ia kaget dengan kejadian barusan. “Mbak?!” panggil Nio untuk menyadarkan lamunan perempuan itu.

“Eh, iya?” perempuan itu kembali sadar lalu menatap Nio dan barang belanjaannya secara bergantian.

“Mbak nggak apa-apa?” Tanya Nio mengkhawatirkan dia. Nio memang sedikit kasihan juga melihatnya tertabrak oleh dirinya.

Nio pun berdiri, meminggirkan sepedanya lalu membantu perempuan itu memungut barang belanjaan nya. “Maaf ya,” ucap perempuan itu.

“Nggak apa-apa, Mbak. Lain kali hati-hati, oke?” ucap Nio seraya memberikan barang belanjaannya yang terakhir ia pungut.

Perempuan itu menatap mata Nio. “Iya, sekali lagi, maaf ya?” ucap nya dengan tersenyum sopan.

“Ah sial. Dia cantik dan manis sekali!” ujar Nio dalam hati. “Iya, tidak apa-apa, Mbak. Santai aja.” Nio pun ikut tersenyum.

Perempuan itu menganggukkan kepala nya bertanda ingin pamit dari hadapun Nio. Dan benar, tak lama. Ia mulai berjalan menjauh dari Nio.

Tunggu! Sepertinya aku pernah melihat wajah perempuan itu! Tapi, dimana ya?

***

Nio sampai sekolah dengan sedikit masalah tadi di perjalanan. Afif menjemput Nio di parkiran sekolah. Ya, mereka ingin melakukan sesuatu di sekolah pada pagi ini.

Langsung saja kedua sahabat itu menuju perpustakaan. Untung saja Nio masuk ke klub literasi yang memberikan ia amanat untuk membawa kunci perpustakaan. Satu kunci lagi dipegang oleh Bu Ratna, penjaga perpustakaan.

Alasan Nio dan Afif ke perpustakaan pagi ini adalah untuk mencari tahu tentang dunia paralel. Ya, itu merupakan sebuah kemustahilan jika mereka ingin menemukan dunia itu. Jadi, mereka hanya iseng mencari yang seperti itu. Namun mereka berdua sangat tertarik dengan dunia paralel.

“Sejauh ini cara masuk ke dunia paralel yang ku tahu adalah dengan berbelanja di supermarket, tertabrak traktor, masuk melalui buku, masuk melalu lemari baju, goa di pantai, dan melalui lukisan di dinding. Itu semua ku ketahui setelah menonoton beberapa film dan anime yang bergenre Fantasy,” ujar Nio yang tak dipedulikan oleh Afif.

“Kayaknya ngga ada deh buku yang bahas gituan disini,” ujar Afif yang masuk ke rak buku ke tiga. “Sepertinya, kita harus ke toko buku.”

“Males,” jawab Nio. “Lagipula kita kan hanya iseng. Dunia paralel mana mungkin ada, kan? Aku ngga mau mengeluarkan uang hanya untuk mencari yang mustahil.”

Nio sudah mencari tau tentang dunia paralel di Google. Namun sama saja. Semua nya sudah ia baca. Nio menginginkan fakta yang lebih menarik lagi; yang dapat membuat ia ter-wow sesaat.

Kringg … krimgg

Suara bel masuk berbunyi. “Ah, kamu sih dateng nya telat. Kan waktu kita nggak banyak.” Afif mengeluh karena Nio datang telat dari janji yang sudah mereka buat.

“Maaf. Nanti sepulang sekolah kita lanjutkan, deh.”

“Nggak bisa. Aku ada urusan dengan keluarga ku setelah pulang sekolah nanti.”

“Oke,” jawab Nio lalu mereka keluar dari perpustakaan.

***

Saat ini merupakan jam pelajaran Pak Omat. Pak Omat merupakan guru Simulasi Digital yang mengajarkan tentang Komputer, jaringan, dan lainnya yang masih bersangkutan.

Bukan hanya Nio, tetapi murid lainnya sangat sekali dengan pelajaran Pak Omat. Guru yang satu ini pasti selalu bercerita di akhir jam pelajarannya. Itu lah yang membuat murid-murid senang dengan guru tersebut. Cerita yang Pak Omat sajikan itu bermacam-macam. Mulai dari cerita komedi, cerita menjebak, cerita urban legend, dan cerita horror/hantu.

“Oke, rapihkan buku kalian. Kalau tidak rapi, Bapak nggak mau cerita, nih,” ucap Pak Omat dengan siasat nya.

Iya, dikelas Nio, pelajaran Pak Omat adalah pelajaran jam terakhir. Alias, sehabis ini mereka semua akan pulang sekolah.

“Horeee!” teman sekelas Nio berteriak senang.

“Pak cerita horror!” pinta Andi yang duduk di paling belakang kelas.

“Gak mau! Serem! Cerita komedi aja!” balas Amanda yang takut dengan hantu.

Pak Omat menyeringai. Ia tertawa pelan melihat kelakuan muridnya. Dari gelagatnya, Nio pastikan guru itu tidak akan bercerita tentang hantu ataupun komedi. Sepertinya ia sudah merencanakan akan bercerita apa.

“Kok berisik? Yah, Bapak ngga jadi cerita deh kalau kalian berisik.” Pak Omat menunjukkan muka kecewa namun menyebalkan.

Seketika, anak-anak yang ribut tentang cerita horror dan komedi pun berhenti berdebat. Mereka semua sudah siap mendengarkan apa yang akan di ceritakan oleh Pak Omat.

Pak Omat tersenyum. Lalu ia mulai menulis dua kata di papan tulis. Setelah dia selesai menulis, semua anak memperlihatkan raut wajah tidak mengerti. Berbeda dengan Nio. Wajahnya terlihat senang dan penasaran.

Dunia Paralel

Begitulah yang Pak Omat tuliskan di papan tulis. Bagai pucuk di cinta, ulam pun tiba. Nio yang penasaran dengan dunia paralel mendapat kejutan khusus yang mungkin akan menambah pengetahuannya.

“Ada yang tau tentang dunia Paralel?” Tanya Pak Omat membuka cerita.

Teman sekelas Nio menggeleng tidak tau. Sebenarnya Nio tau, tapi ia malas untuk menunjukkan diri.

“Dunia paralel itu seperti dunia lain. Dunia yang tidak kita tempati,” jelas Pak Omat di awal cerita.

“Tuhkan Bapak, kok cerita horror, sih?!” Amanda mulai terlihat ketakutan.

“Emang Bapak bercerita hantu?” Tanya Pak Omat bingung.

“Tadi katanya, dunia lain, kan? Saya pernah nonton tuh acara di televisi. Isi nya hantu, Pak!” jawab Amanda yang mengumpatkan kepala nya di balik tas.

“Hahah.” Pak Omat tertawa. “Dunia lain yang bapak maksud itu bukan hantu. Tetapi dunia yang bersebrangan dengan dunia kita. Dunia yang bisa di capai dengan perjalanan ruang dan waktu.”

“Ruang dan waktu? Kok terdengar seperti ganjil sih menurut ku,” kata Nio dalam hati.

“Kembali ke masa lalu dan masa depan, Pak?” celetuk Andi.

“Bukan. Ini lebih seperti apa ya, susah menjelaskannya.”

“Lalu dunia itu tempat nya dimana, Pak?” Tanya Nio yang sangat penasaran dengan keberadaan dunia paralel.

“Di sekitar kita,” jawab Pak Omat cepat.

Semua teman sekelas Nio tampak kaget. Begitupun Nio. Seperti nya ia harus cerita ini ke Afif nanti malam. Nio dan Afif berbeda kelas.

“Iya. Begini deh. Kalian pernah nonton film Narnia, kan?”

Ah, Narnia. Aku menonton semua film nya.

“Sama seperti Narnia. Di film yang pertama, empat saudara itu masuk ke dunia paralel melalui lemari, kan? Lalu walaupun kita berates-ratus tahun di dunia paralel, itu sama saja satu detik di dunia nyata. Makannya dimanakan ruang dan waktu. Itu yang Bapak dapat setelah menonton film nya itu.”

Pak Omat menggaruk pipinya yang sepertinya gatal. “Isi dunia paralel kebanyakan itu seperti jaman dahulu. Yaitu kerajaan, petualang, dan sebagainya. Namun anehnya adalah, orang-orang di dunia paralel berwujud aneh, tetapi tidak menyeramkan. Ada berupa seperti hewan yang beraktivitas layak nya manusia, ada hewan setengah manusia, dan lainnya yang aneh.”

“Lalu, bagaimana cara masuk ke dunia paralel itu, Pak?” Tanya Amanda yang sepertinya mulai tidak takut.

“Entah. Dari semua film yang bergenre fantasy, Bapak membuat pernyataan bahwa untuk memasuki dunia paralel itu hanya orang yang beruntung.”

“Maksudnya? Tanya Icha si ketua kelas yang tidak mengerti dengan penjelasan Pak Omat.

“Tidak ada cara yang bisa membuat diri kita masuk ke dunia paralel. Makannya sangat beruntung lah orang yang tiba-tiba terpanggil ke dunia paralel itu.”

Nio menunjuk tangan, memberikan Pak Omat satu pertanyaan. “Sampai sejauh ini, ada atau ngga, Pak orang yang masuk ke dunia paralel?”

“Coba saja cari di google, banyak cerita tentang orang yang masuk ke dunia paralel. Namun tidak semua nya dapat dipastikan kebenarannya. Karena saat ini dunia paralel masih sebuah kemustahilan.”

“Nggak apa-apa, Pak! Cerita aja tentang orang yang berhasil masuk ke dunia perarel itu,” pinta Andi.

“Bapak nggak bisa cerita.” Pak Omat menjawab dengan cepat.

“Kenapa?” Tanya Nio.

“Karena—”

Kringg Kringg Kringg, Sudah waktu nya pulang sekolah

Speaker sekolah memotong omongan Pak Omat. mereka sekelaspun kecewa. Berharap Pak Omat melanjutkannya minggu depan.

***




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama