“Nio!
Cepat pakai seragam mu lalu sarapan!”
“Ayah!
Cepat menyiapkan keperluan di kantor lalu sarapan!”
Begitulah
teriakan Ibunda Nio dari dapur. Pemuda dengan mata coklat itu berjalan menuju
tempat menyimpan sisir lalu menggunakan benda tersebut. Ada sebuah kaca yang
tergantung di dinding. Kaca itu ia gunakan untuk membantu pekerjaan yang tidak
dapat dilihat mata sepenuhnya.
“Ah,
aku ganteng sekali.” Sungguh sangat percaya diri Nio mengucapkannya.
Setelah
acara sisir-menyisir selesai, Nio langsung menuju dapur untuk sarapan. Akan
kacau nanti jika Ibunya lebih marah dari yang tadi.
“Mau
berangkat sendiri atau bareng Ayah?” Tanya Ayah ketika Nio sudah sampai di meja
makan.
Pemuda
itu menarik kursi sedikit keluar agar ia bisa duduk dan makan dengan nyaman.
“Sendiri saja. Aku naik sepedah,” jawab Nio yang sedang mengambil nasi dan lauk
nya; nugget.
“Oke
kalau begitu. Tapi nanti ban belakang nya di kasih angin dulu, ya. Semalam Ayah
liat ban belakang sepeda mu sedikit kempes.” Ayahnya Nio menatap layar
handphone nya. Itu merupakan sebuah kebiasaan Ayahnya Nio sebelum sarapan pagi.
Yaitu untuk menginformasikan bawahannya di tempat kerja.
Ayahnya
Nio bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan jabatan sebagai staff dan
mengawasi bagian gudang. Setiap ada pengiriman barang, Ayahnya Nio lah yang
mengkordinasikan bawahannya untuk melakukan yang Ayahnya suruh.
Nio
hanya mengangguk setelah mendengarkan ayahnya tadi. Ia memilih untuk
melanjutkan makan. Nio memang ingin cepat sampai-sampai disekolah karena ingin
melakukan sesuatu kegiatan yang sepertinya tidak ada gunananya.
Seperti
yang Ayahnya tadi suruh, Nio me-mompa ban belakang sepedanya sampai keras dan
tidak kempes sedikit pun. Nio kembali menghampiri Ayah dan Ibunya yang berada
di dapur untuk pamit dan pergi sekolah.
“Hati-hati,
jangan ngebut!” pesan kedua orang tua Nio.
Nio
tersenyum dan mengangguk lalu mulai mengayuh sepedanya menuju ke sekolah yang jaraknya tidak terlalu
jauh dari rumahnya.
***
Nio
memang sedikit nakal. Ia tidak menuruti pesan kedua orang tuanya saat mau
berangkat tadi. Kini Nio sedang berada di jalanan dengan kecepatan tinggi. Tapi
tetap saja ia melihat keadaan. Di depan sana ada tikungan dengan rumah orang
dipinggirnya. Artinya, Nio tidak bisa melihat ada apa setelah tikungan itu. Ia
memelankan laju sepedanya.
Setelah
melewati tikungan itu dengan pelan, Nio kembali melanjutkan dengan mempercepat
sepedanya. Di sebelah kiri jalan, ada sebuah truck barang sedang terparkir. Ia
pikir, tidak ada apa-apa setelah truk itu. Namun ternyata,
BRUKKK
Nio
menabrak orang yang sedang ingin menyebrang di sebelah truck itu. Nio,
dia—dengan barang belanjaannya—terjatuh 1 meter di depan truck yang sedang
terparkir itu.
“Aduh,
Mbak! Kalau mau nyebrang, liat kanan-kiri dong!” Nio memanggilnya ‘Mbak’ karena
orang itu adalah perempuan.
Perempuan
itu terdiam. Sepertinya ia kaget dengan kejadian barusan. “Mbak?!” panggil Nio
untuk menyadarkan lamunan perempuan itu.
“Eh,
iya?” perempuan itu kembali sadar lalu menatap Nio dan barang belanjaannya
secara bergantian.
“Mbak
nggak apa-apa?” Tanya Nio mengkhawatirkan dia. Nio memang sedikit kasihan juga
melihatnya tertabrak oleh dirinya.
Nio
pun berdiri, meminggirkan sepedanya lalu membantu perempuan itu memungut barang
belanjaan nya. “Maaf ya,” ucap perempuan itu.
“Nggak
apa-apa, Mbak. Lain kali hati-hati, oke?” ucap Nio seraya memberikan barang
belanjaannya yang terakhir ia pungut.
Perempuan
itu menatap mata Nio. “Iya, sekali lagi, maaf ya?” ucap nya dengan tersenyum
sopan.
“Ah sial. Dia cantik dan manis
sekali!” ujar Nio dalam hati. “Iya, tidak apa-apa, Mbak.
Santai aja.” Nio pun ikut tersenyum.
Perempuan
itu menganggukkan kepala nya bertanda ingin pamit dari hadapun Nio. Dan benar,
tak lama. Ia mulai berjalan menjauh dari Nio.
Tunggu! Sepertinya aku pernah
melihat wajah perempuan itu! Tapi, dimana ya?
***
Nio
sampai sekolah dengan sedikit masalah tadi di perjalanan. Afif menjemput Nio di
parkiran sekolah. Ya, mereka ingin melakukan sesuatu di sekolah pada pagi ini.
Langsung
saja kedua sahabat itu menuju perpustakaan. Untung saja Nio masuk ke klub
literasi yang memberikan ia amanat untuk membawa kunci perpustakaan. Satu kunci
lagi dipegang oleh Bu Ratna, penjaga perpustakaan.
Alasan
Nio dan Afif ke perpustakaan pagi ini adalah untuk mencari tahu tentang dunia
paralel. Ya, itu merupakan sebuah kemustahilan jika mereka ingin menemukan
dunia itu. Jadi, mereka hanya iseng mencari yang seperti itu. Namun mereka
berdua sangat tertarik dengan dunia paralel.
“Sejauh
ini cara masuk ke dunia paralel yang ku tahu adalah dengan berbelanja di
supermarket, tertabrak traktor, masuk melalui buku, masuk melalu lemari baju,
goa di pantai, dan melalui lukisan di dinding. Itu semua ku ketahui setelah
menonoton beberapa film dan anime yang bergenre Fantasy,” ujar Nio yang tak
dipedulikan oleh Afif.
“Kayaknya
ngga ada deh buku yang bahas gituan disini,” ujar Afif yang masuk ke rak buku
ke tiga. “Sepertinya, kita harus ke toko buku.”
“Males,”
jawab Nio. “Lagipula kita kan hanya iseng. Dunia paralel mana mungkin ada, kan?
Aku ngga mau mengeluarkan uang hanya untuk mencari yang mustahil.”
Nio
sudah mencari tau tentang dunia paralel di Google. Namun sama saja. Semua nya
sudah ia baca. Nio menginginkan fakta yang lebih menarik lagi; yang dapat
membuat ia ter-wow sesaat.
Kringg … krimgg
Suara
bel masuk berbunyi. “Ah, kamu sih dateng nya telat. Kan waktu kita nggak
banyak.” Afif mengeluh karena Nio datang telat dari janji yang sudah mereka
buat.
“Maaf.
Nanti sepulang sekolah kita lanjutkan, deh.”
“Nggak
bisa. Aku ada urusan dengan keluarga ku setelah pulang sekolah nanti.”
“Oke,”
jawab Nio lalu mereka keluar dari perpustakaan.
***
Saat
ini merupakan jam pelajaran Pak Omat. Pak Omat merupakan guru Simulasi Digital
yang mengajarkan tentang Komputer, jaringan, dan lainnya yang masih
bersangkutan.
Bukan
hanya Nio, tetapi murid lainnya sangat sekali dengan pelajaran Pak Omat. Guru
yang satu ini pasti selalu bercerita di akhir jam pelajarannya. Itu lah yang
membuat murid-murid senang dengan guru tersebut. Cerita yang Pak Omat sajikan
itu bermacam-macam. Mulai dari cerita komedi, cerita menjebak, cerita urban
legend, dan cerita horror/hantu.
“Oke,
rapihkan buku kalian. Kalau tidak rapi, Bapak nggak mau cerita, nih,” ucap Pak
Omat dengan siasat nya.
Iya,
dikelas Nio, pelajaran Pak Omat adalah pelajaran jam terakhir. Alias, sehabis
ini mereka semua akan pulang sekolah.
“Horeee!”
teman sekelas Nio berteriak senang.
“Pak
cerita horror!” pinta Andi yang duduk di paling belakang kelas.
“Gak
mau! Serem! Cerita komedi aja!” balas Amanda yang takut dengan hantu.
Pak
Omat menyeringai. Ia tertawa pelan melihat kelakuan muridnya. Dari gelagatnya,
Nio pastikan guru itu tidak akan bercerita tentang hantu ataupun komedi.
Sepertinya ia sudah merencanakan akan bercerita apa.
“Kok
berisik? Yah, Bapak ngga jadi cerita deh kalau kalian berisik.” Pak Omat
menunjukkan muka kecewa namun menyebalkan.
Seketika,
anak-anak yang ribut tentang cerita horror dan komedi pun berhenti berdebat.
Mereka semua sudah siap mendengarkan apa yang akan di ceritakan oleh Pak Omat.
Pak
Omat tersenyum. Lalu ia mulai menulis dua kata di papan tulis. Setelah dia
selesai menulis, semua anak memperlihatkan raut wajah tidak mengerti. Berbeda
dengan Nio. Wajahnya terlihat senang dan penasaran.
Dunia Paralel
Begitulah
yang Pak Omat tuliskan di papan tulis. Bagai pucuk di cinta, ulam pun tiba. Nio
yang penasaran dengan dunia paralel mendapat kejutan khusus yang mungkin akan
menambah pengetahuannya.
“Ada
yang tau tentang dunia Paralel?” Tanya Pak Omat membuka cerita.
Teman
sekelas Nio menggeleng tidak tau. Sebenarnya Nio tau, tapi ia malas untuk
menunjukkan diri.
“Dunia
paralel itu seperti dunia lain. Dunia yang tidak kita tempati,” jelas Pak Omat
di awal cerita.
“Tuhkan
Bapak, kok cerita horror, sih?!” Amanda mulai terlihat ketakutan.
“Emang
Bapak bercerita hantu?” Tanya Pak Omat bingung.
“Tadi
katanya, dunia lain, kan? Saya pernah nonton tuh acara di televisi. Isi nya
hantu, Pak!” jawab Amanda yang mengumpatkan kepala nya di balik tas.
“Hahah.”
Pak Omat tertawa. “Dunia lain yang bapak maksud itu bukan hantu. Tetapi dunia
yang bersebrangan dengan dunia kita. Dunia yang bisa di capai dengan perjalanan
ruang dan waktu.”
“Ruang dan waktu? Kok terdengar
seperti ganjil sih menurut ku,” kata Nio dalam hati.
“Kembali
ke masa lalu dan masa depan, Pak?” celetuk Andi.
“Bukan.
Ini lebih seperti apa ya, susah menjelaskannya.”
“Lalu
dunia itu tempat nya dimana, Pak?” Tanya Nio yang sangat penasaran dengan
keberadaan dunia paralel.
“Di
sekitar kita,” jawab Pak Omat cepat.
Semua
teman sekelas Nio tampak kaget. Begitupun Nio. Seperti nya ia harus cerita ini
ke Afif nanti malam. Nio dan Afif berbeda kelas.
“Iya.
Begini deh. Kalian pernah nonton film Narnia, kan?”
Ah, Narnia. Aku menonton semua film
nya.
“Sama
seperti Narnia. Di film yang pertama, empat saudara itu masuk ke dunia paralel
melalui lemari, kan? Lalu walaupun kita berates-ratus tahun di dunia paralel,
itu sama saja satu detik di dunia nyata. Makannya dimanakan ruang dan waktu.
Itu yang Bapak dapat setelah menonton film nya itu.”
Pak
Omat menggaruk pipinya yang sepertinya gatal. “Isi dunia paralel kebanyakan itu
seperti jaman dahulu. Yaitu kerajaan, petualang, dan sebagainya. Namun anehnya
adalah, orang-orang di dunia paralel berwujud aneh, tetapi tidak menyeramkan.
Ada berupa seperti hewan yang beraktivitas layak nya manusia, ada hewan
setengah manusia, dan lainnya yang aneh.”
“Lalu,
bagaimana cara masuk ke dunia paralel itu, Pak?” Tanya Amanda yang sepertinya
mulai tidak takut.
“Entah.
Dari semua film yang bergenre fantasy, Bapak membuat pernyataan bahwa untuk
memasuki dunia paralel itu hanya orang yang beruntung.”
“Maksudnya?
Tanya Icha si ketua kelas yang tidak mengerti dengan penjelasan Pak Omat.
“Tidak
ada cara yang bisa membuat diri kita masuk ke dunia paralel. Makannya sangat
beruntung lah orang yang tiba-tiba terpanggil ke dunia paralel itu.”
Nio
menunjuk tangan, memberikan Pak Omat satu pertanyaan. “Sampai sejauh ini, ada
atau ngga, Pak orang yang masuk ke dunia paralel?”
“Coba
saja cari di google, banyak cerita tentang orang yang masuk ke dunia paralel.
Namun tidak semua nya dapat dipastikan kebenarannya. Karena saat ini dunia paralel
masih sebuah kemustahilan.”
“Nggak
apa-apa, Pak! Cerita aja tentang orang yang berhasil masuk ke dunia perarel
itu,” pinta Andi.
“Bapak
nggak bisa cerita.” Pak Omat menjawab dengan cepat.
“Kenapa?”
Tanya Nio.
“Karena—”
Kringg Kringg Kringg, Sudah waktu
nya pulang sekolah
Speaker
sekolah memotong omongan Pak Omat. mereka sekelaspun kecewa. Berharap Pak Omat
melanjutkannya minggu depan.
***