5. Menjadi Partner

 





Sekarang Nio berdiri di depan sebuah bangunan yang tampak seperti bangunan kuno. Bangunan ini terletak di kota yang bernama Dasos. Setelah Nio mencari informasi, ia sedang berada di Negara yang bernama Albenia.

Bangunan yang Nio pandangi itu cukup membuat ia penasaran dengan di dalamnya. Ia ke sini atas rekomendasi dari Rubert, pengawal kemarin. Dan yang cukup mengejutkan, dia kenal dengan kakeknya Nio.

Setelah Nio menutup kembali pintu bangunan yang bertuliskan “Petualang”, pemuda itu ditatap asing oleh orang yang ada di dalamnya. Sebenarnya Nio merasa risih, namun ia penasaran dengan apa yang di katakan oleh kakek—Nio memanggilnya kakek, karena Rubert seumuran dengan kakeknya Nio. Namun di dunia ini, dia keliatan masih muda—Rubert itu.

Perkataan Rubert terus terngiang di telinga Nio. Kini ia berada di depan meja, lebih tepat nya seperti tempat memesan minuman dan makanan, singkatnya tempat ini merupakan kafe sekaligus pemberi misi bagi para petualang.

“Permisi,” ucap Nio.

“Iya? Ada yang bisa saya bantu?” Tanya perempuan yang berada di seberang meja itu.

 “Saya mau jadi petualang!”

Raut wajah perempuan itu terlihat kaget. Apa dia memikirkan bahwa Nio tidak bisa menjadi petualang? Nama “Reina” terpampang di name tag bajunya.

“Haha, yakin?” Tanya seorang pria berbadan besar dan berotot yang tiba-tiba berada disamping Nio. Pria itu membawa gada besar di punggungnya.

“Yakin!” jawab Nio bersemangat.

 “Hei, Bocah. Salah satu syarat untuk menjadi petualang adalah minimal mempunyai senjata yang paling kecil, karena para petualang disini tidak sembarangan. Mereka semua hebat dan berbakat. Dan lagi, petualang ini merupakan organisasi bawahan dari pemimpin pasukan milik kerajaan,” jelas pria bertubuh besar itu.

Nio menoleh kembali ke perempuan yang bernama Reina tadi. “Ya, benar kata Jhon,” katanya sambil menunjuk pria besar yang bernama Jhon itu.

“Tapi, aku tidak mempunyai senajata apapun!”

“Ya anda tidak bisa mendaftar jadi petualang.”

 “Sebaiknya, kau pu—”

“Nih,” ucap seseorang yang memberikan Nio sebuah pisau yang sedikit lebih besar dari ukuran pisau biasanya.

“Selvi?” Tanya Jhon kaget dengan kehadiran orang itu.

Nio menatap orang itu yang tengah membuka tudung kepalanya. Ternyata dia adalah perempuan yang menghabisi pasukan penyerang pengawal tadi.

“Maksdunya?” Tanya Nio bingung.

“Kau ingin menjadi petualang, kan? Anggap saja ini imbalan karena sudah memberikan pertolongan pertama pada pengawal tadi. Dia adalah paman ku.”

“Tapi, Dagger itu, kan?” Tanya Jhon memastikan.

“Iya, ini adalah Dagger kesayanganku.” Tatapannya beralih menuju mata Nio. “Aku harap, kamu menjaganya dengan baik,” ucap perempuan yang bernama Selvi itu lalu ia meninggalkan meja tempat Reina bertugas.

“Oke lah kalau begitu, kau isi formulir pendaftaran ini, lalu tunggu untuk dibuat kan sebuah alat yang wajib dimiliki oleh semua petualang.”

“Bagus, Bocah. Aku harap, kau tidak akan cepat mati, haha,” ejek Jhon lalu pergi dari meja Reina bertugas itu.

“Oh iya, saran dariku, kau harus menemukan guru atau teman berlatih. Karena dengan kemampuanmu saat ini, kau pasti akan mati dalam misi yang paling rendah.”

“Cih, aku pasti akan berkembang dengan cepat!”

“Atau, satu syarat agar alat petualang mu akan aku berikan kepadamu.”

“Apa itu?” Tanya Nio penasaran.

“Carilah partner dan bentuk sebuah tim. Minimal satu tim ada dua orang, kau dan orang lain. Dengan itu, kau akan aku berikan alat petualang itu.”

“Hah?!”

“Ku saran kan, sih. Selvi, perempuan tadi. Ku dengar, dia sedang tidak punya partner. Semoga dia mau denganmu.” Reina segera masuk ke sebuah ruangan, sementara Nio memberinya tatapan kesal sambil mengisi formulir yang di berikannya.

***

Nio melihat perempuan yang bernama Selvi tadi sedang duduk di pojokan kafe ini sendirian. Langsung saja Nio menghampiri nya. Ia duduk tepat di depan Selvi, seperti orang sok akrab saja.

“Apa? “ Tanya Selvi ketus.

Apa-apaan itu?! Tadi dia baik sekali dengan memberikan Dagger itu kepadaku. Lalu kenapa sekarang jutek sekali?

“Dagger-mu, nanti aku membalikannya setelah aku membeli senjata lain.” Nio mencoba berbasa-basi terlebih dahulu.

“Tidak usah. Sudah aku bilang, kan? Itu akan jadi milikmu karena sudah menghentikan pendarahan pamanku.”

“Ya tapi aku menjadi tidak enak karena senjata ini merupakan dagger kesayangan mu,” ucap Nio sambil memegang dagger bening mengkilap itu. Sepertinya dagger ini dirawat dengan baik oleh Selvi.

“Ada kalanya yang kita sayang harus hilang dan kita harus mengikhlaskannya.”

Nio terdiam sesaat mendengar perkataan Selvi itu.

“Apa yang perlu kita bicarakan lagi?”

 “Bisakah…”

“Apaan?” Selvi tidak suka orang yang menggantungkan kalimat nya.

Nio menatap mata Selvi yang masih dengan wajah juteknya itu. “Bisakah kamu menjadi partner-ku?”

Selvi diam sebentar lalu kembali melanjutkan untuk meminum air lagi menggunakan sedotan. Sepertinya dia tidak peduli dengan permintaan Nio.

“Kenapa aku?”

“Karena kamu perempuan yang hebat! Kamu bisa mengalahkan semua musuh yang menyerang pengawal itu. Aku kagum denganmu!”

 “Kalau aku tidak mau?”

Nio diam sebentar, “Tidak apa-apa, sih. ada kala nya kita harus ikhlas jika yang kita inginkan tidak tercapai.”

Selvi mengeluarkan senyum smirk-nya. “Yasudah.”

 “Yasudah apa?” Tanya Nio.

Senyuman smirk itu diubah menjadi senyuman manis, lalu menatap mata Nio.

“Iya, kita akan menjadi partner dan membentuk tim bersama.”

***

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama