Seperti
pada pagi hari biasanya. Ibunya Nio selalu mengomel. Namun kali ini berbeda.
Jika biasanya mengomel tentang berangkat sekolah atau kerja, maka hari ini
giliran mengomel tentang berangkat kerumah kakek.
“Nio,
cepetan! Keburu siang! Nanti macet di jalan!”
Rumah
Nio berada di daerah Cikarang. Kota yang mulai terkenal karena beberapa artis.
Seperti Stand Up comedian dan penanyi dangdut. Sebelumnya, kota Cikarang ini
terkenal dengan kota industry-nya. Karena banyak sekali kawasan pabrik di
Cikarang ini.
Nio
memakai rambut minyak rambut lalu menyisir serapih mungkin; menyemprotkan baju
dengan parfum spray. Nio memakai baju dan celana jeans berwarna hitam. Untuk
memaksimalkan penampilan, ia melapisi bajunya dengan kemeja kotak-kotak
berwarna merah dengan tidak mengancinginya. Tidak lupa yang terakhir, ia
memakai jam tangan pada tangan kirinya.
Jam
menunjukkan pukul delapan pagi. Nio langsung buru-buru menuju mobil dan duduk
di dalamnya. Syukurlah, Ibu tidak mengomeli Nio lagi. Sebenarnya bukan mengomel.
Tetapi memberi peringatan, atau mungkin mengingatkan?
***
Pukul
10 kurang 10 menit, Nio sudah sampai di rumah kakeknya. Rumah kakeknya Nio
berada di Bekasi. Wajar saja jika sedikit lama, karena pasti macet ke arah
Bekasi.
Kakek
dan Nenek Nio menyambut bahagia kedatangan mereka. Setelah turun dari mobil,
mereka semua langsung salim, dan bertegur sapa. Mereka dipersilahkan masuk
kerumah.
Di
ruang tamu, Nio melihat sebuah pedang yang sedang tersender di dinding sebelah
sofa berwarna coklat. Setelah bertegur sapa melepas kerinduan, Ibunya Nio
memutuskan untuk membantu Nenek memasak untuk makan siang mereka. Ayah Nio
memilih untuk mengunjungi kamar mandi. Sepertinya ia sudah menahannya sedari
mereka datang tadi.
Tersisa
Nio dan Kakek di ruang tamu. Nio tau Kakek pasti akan bercerita tentang
masa-masa nya menjadi prajurit. Namun entah prajurit apa. Itu tidak di
ceritakan kepada Nio. Neneknya Nio juga tidak pernah melihat suaminya menjadi
prajurit. Apakah itu hanya kebohongan belaka?
“Kek,
pedang itu beli dimana?” Nio menunjuk ke pedang yang bersarung hitam lis putih
itu.
“Ah
ini, Kakek sudah lama tidak memainkannya. Jadi Kakek ingin mencoba memainkan
nya lagi.”
Kakek? Setua itu ingin memainkan
pedang lagi? Rasanya mustahil.
“Sudah
lama? Tapi Nio nggak pernah liat pedang itu dirumah kakek sebelumnya,” sanggah
Nio.
Kakek
mengambil pedang itu, lalu ia tidurkan di atas kedua telapak tangannya.
Terlihat sebuah tatapan rindu terhadap pedang itu. Pedang apa sebenarnya itu?
“Sudah
lama, ya,” lirih Kakek sangat pelan. Namun Nio dapat mendengar itu.
“Kek?”
panggil Nio yang direspon dengan gelagat terbuyarkan dari kenangannya.
Kakeknya
Nio dengan perlahan membuka pedang itu secara perlahan. Nio kaget sekaligus
kagum dengan isi dari sarung pedang itu. Warna biru air dan mengkilap. Persis
seperti baru yang ada di film-film action!
“Ini
namanya Terword. Pedang ini sudah lama Kakek simpan di gudang. Namun setiap dua
hari sekali, Kakek membersihkannya.”
Nio
hanya ber-oh ria. Pantas saja pedang itu sangat bagus. Nio jadi ingin memilikinya.
“Beli dimana, kek?”
“Entah,
Kakek lupa.”
“Kok
bisa lupa, sih? kan Kakek yang membelinya,” protes Nio.
“Ya
namanya umur, dan sudah lama juga, Kakek pasti lupa.” Kakeknya Nio kembali
menutup pedang itu dengan sarung nya yang berwarna hitam. “Kamu mau ikut?”
“Kemana,
Kek?”
“Halaman
rumah. Kan Kakek sudah bilang, ingin memainkan pedang ini lagi,” jawab Kakeknya
Nio yang mengingatkan perkataannya beberapa menit yang lalu.
Karena
Nio kagum dengan pedang itu, sekaligus ingin melihat keindahannya, ia pun
meng-iyakan ajakan kakeknya.
***
Nio
mengambil segelas jus alpukat yang telah Ibunya buatkan dari tadi, sejak Nio
bermain pedang dengan kakeknya. Tadi Nio mencoba memegang pedang itu. Ternyata
sangat berat! Seperti asli.
“Apa
maksud kakek dengan ‘Georgia’? dimana tempat itu? Kakek bilang, dia membuat
pedang biru itu di kota yang bernama Georgia. Padahal, sebelumnya kakek lupa
dimana membeli pedang itu,” ucap Nio sendirian.
Setelah meminum segelas jus alpukat, Nio iseng
mengintip ke halaman belakang rumah kakeknya. Pemuda itu mengamati sepeda yang
masih bagus di antara barang rongsokan lainnya.
DEGG!
Déjà vu rasanya
ketika Nio memasuki halaman belakang rumah kakenya ini. Rasanya ia seperti
pernah melakukan ini dan mengetahui kejadian selanjutnya. Reflek, Nio langsung
menengok ke arah sudut tembok yang mengitari halaman belakang ini. Tepatnya ada
di sudut kanan dari ia berdiri saat ini.
Halaman
belakang rumah kakeknya Nio bisa dibilang seperti gudang. Banyak perabotan yang
sudah lama, usang, dan berdebu. Kalau di gambarkan, halaman belakang kakenya
Nio ini tertutup tembok di semua sisi nya.
Nio
bangkit dan berjalan menuju sana. Cor-an yang sudah diselimuti lumut membuat
kaki Nio sedikit basah ketika menginjaknya. Namun itu tidak membuat Nio mundur
untuk mendekati sudut itu.
Ada
sebuah papan triplek yng tersandar di tembok itu. Nio ingat sekarang! Tepatnya,
ia sudah terlepas dari Déjà vu. Nio
pernah bermimpi seperti ini beberapa hari yang lalu. Dimimpi itu, ia yakin ada
sebuah pintu di sekitar sini.
Karena
Nio merasa ada yang mengganjal dengan kehadiran papan triplek itu, ia segera
menyingkirkannya dengan pelan. Nio sungguh tidak percaya, mimpinya itu benar!
Ada sebuah pintu yang sepertinya terhubung antara rumah kakeknya Nio dengan
sekolahan yang berada di balik tembok ini.
Rumah
kakeknya Nio ini berada tepat di samping Sekolah Menengah. Jadi, untuk
membatasi sekolah itu dengan rumah kakeknya Nio, dibangun lah tembok pembatas
itu.
Nio
ragu untuk membuka pintu itu. Karena dimimpinya, ia ditarik oleh seorang wanita
cantik dan membawanya ke kegelapan di balik pintu itu. Ya walaupun wanita itu
cantik, tapi tetap saja Nio tidak mau dibawa ke
kegelapan itu. Namun pemuda itu sangat penasaran apa yang menanti jika
membuka pintu itu.
Dengan
kekuatan nekat, Nio pun membuka pintu itu secara perlahan. Terlihat sedikit,
ternyata tidak segelap yang ada di mimpi. Nio pun membuka lebar pintu itu. Dan
tidak terjadi apa-apa. Tidak ada yang menariknya untuk masuk ke dalam.
Tapi
anehnya, di sebrang pintu ini ada sebuah ruangan yang dinding nya terbuat dari
kayu. Sangat kuno sepertinya. Apakah sekolah itu memiliki ruangan tersebut?
Jika punya, namun untuk apa?
Rasa
penasaran Nio semakin besar. Dengan berani ia melangkahkan kaki masuk ke dalam
pintu itu. Menuju ruangan yang berdinding kayu. Sesudah sampai di dalam, Nio
terkejut. Ternyata ini bukan ruangan! Namun ini adalah sebuah rumah!
BRAKK!!
Pintu
yang Nio lalui untuk masuk ke sini tiba-tiba tertutup dengan sendirinya. Ia
berharap agar bisa kembali dibuka. Tidak seperti di film horror yang tiba-tiba
pintunya terkunci.
Nio
pun memegang handle pintu lalu membukanya. Syukurlah! Ternyata pintu ini tidak
terkunci. Dengan cepat, ia membuka pintunya dan segera ingin kembali ke rumah
Kakek karena takut akan terjadi apa-apa.
Setelah
dibuka lebar, Nio terkejut bukan main. Yang ia lihat bukanlah halaman belakang
rumah kakek. Namun, sebuah bak mandi, kaca, dan tempat untuk buang air.
Ya,
itu adalah kamar mandi rumah misterius ini.
***