3. Pintu Misterius

 




Seperti pada pagi hari biasanya. Ibunya Nio selalu mengomel. Namun kali ini berbeda. Jika biasanya mengomel tentang berangkat sekolah atau kerja, maka hari ini giliran mengomel tentang berangkat kerumah kakek.

“Nio, cepetan! Keburu siang! Nanti macet di jalan!”

Rumah Nio berada di daerah Cikarang. Kota yang mulai terkenal karena beberapa artis. Seperti Stand Up comedian dan penanyi dangdut. Sebelumnya, kota Cikarang ini terkenal dengan kota industry-nya. Karena banyak sekali kawasan pabrik di Cikarang ini.

Nio memakai rambut minyak rambut lalu menyisir serapih mungkin; menyemprotkan baju dengan parfum spray. Nio memakai baju dan celana jeans berwarna hitam. Untuk memaksimalkan penampilan, ia melapisi bajunya dengan kemeja kotak-kotak berwarna merah dengan tidak mengancinginya. Tidak lupa yang terakhir, ia memakai jam tangan pada tangan kirinya.

Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Nio langsung buru-buru menuju mobil dan duduk di dalamnya. Syukurlah, Ibu tidak mengomeli Nio lagi. Sebenarnya bukan mengomel. Tetapi memberi peringatan, atau mungkin mengingatkan?

***

Pukul 10 kurang 10 menit, Nio sudah sampai di rumah kakeknya. Rumah kakeknya Nio berada di Bekasi. Wajar saja jika sedikit lama, karena pasti macet ke arah Bekasi.

Kakek dan Nenek Nio menyambut bahagia kedatangan mereka. Setelah turun dari mobil, mereka semua langsung salim, dan bertegur sapa. Mereka dipersilahkan masuk kerumah.

Di ruang tamu, Nio melihat sebuah pedang yang sedang tersender di dinding sebelah sofa berwarna coklat. Setelah bertegur sapa melepas kerinduan, Ibunya Nio memutuskan untuk membantu Nenek memasak untuk makan siang mereka. Ayah Nio memilih untuk mengunjungi kamar mandi. Sepertinya ia sudah menahannya sedari mereka datang tadi.

Tersisa Nio dan Kakek di ruang tamu. Nio tau Kakek pasti akan bercerita tentang masa-masa nya menjadi prajurit. Namun entah prajurit apa. Itu tidak di ceritakan kepada Nio. Neneknya Nio juga tidak pernah melihat suaminya menjadi prajurit. Apakah itu hanya kebohongan belaka?

“Kek, pedang itu beli dimana?” Nio menunjuk ke pedang yang bersarung hitam lis putih itu.

“Ah ini, Kakek sudah lama tidak memainkannya. Jadi Kakek ingin mencoba memainkan nya lagi.”

Kakek? Setua itu ingin memainkan pedang lagi? Rasanya mustahil.

“Sudah lama? Tapi Nio nggak pernah liat pedang itu dirumah kakek sebelumnya,” sanggah Nio.

Kakek mengambil pedang itu, lalu ia tidurkan di atas kedua telapak tangannya. Terlihat sebuah tatapan rindu terhadap pedang itu. Pedang apa sebenarnya itu?

“Sudah lama, ya,” lirih Kakek sangat pelan. Namun Nio dapat mendengar itu.

“Kek?” panggil Nio yang direspon dengan gelagat terbuyarkan dari kenangannya.

Kakeknya Nio dengan perlahan membuka pedang itu secara perlahan. Nio kaget sekaligus kagum dengan isi dari sarung pedang itu. Warna biru air dan mengkilap. Persis seperti baru yang ada di film-film action!

“Ini namanya Terword. Pedang ini sudah lama Kakek simpan di gudang. Namun setiap dua hari sekali, Kakek membersihkannya.”

Nio hanya ber-oh ria. Pantas saja pedang itu sangat bagus. Nio jadi ingin memilikinya. “Beli dimana, kek?”

“Entah, Kakek lupa.”

“Kok bisa lupa, sih? kan Kakek yang membelinya,” protes Nio.

“Ya namanya umur, dan sudah lama juga, Kakek pasti lupa.” Kakeknya Nio kembali menutup pedang itu dengan sarung nya yang berwarna hitam. “Kamu mau ikut?”

“Kemana, Kek?”

“Halaman rumah. Kan Kakek sudah bilang, ingin memainkan pedang ini lagi,” jawab Kakeknya Nio yang mengingatkan perkataannya beberapa menit yang lalu.

Karena Nio kagum dengan pedang itu, sekaligus ingin melihat keindahannya, ia pun meng-iyakan ajakan kakeknya.

***

Nio mengambil segelas jus alpukat yang telah Ibunya buatkan dari tadi, sejak Nio bermain pedang dengan kakeknya. Tadi Nio mencoba memegang pedang itu. Ternyata sangat berat! Seperti asli.

“Apa maksud kakek dengan ‘Georgia’? dimana tempat itu? Kakek bilang, dia membuat pedang biru itu di kota yang bernama Georgia. Padahal, sebelumnya kakek lupa dimana membeli pedang itu,” ucap Nio sendirian.

 Setelah meminum segelas jus alpukat, Nio iseng mengintip ke halaman belakang rumah kakeknya. Pemuda itu mengamati sepeda yang masih bagus di antara barang rongsokan lainnya.

DEGG!

Déjà vu rasanya ketika Nio memasuki halaman belakang rumah kakenya ini. Rasanya ia seperti pernah melakukan ini dan mengetahui kejadian selanjutnya. Reflek, Nio langsung menengok ke arah sudut tembok yang mengitari halaman belakang ini. Tepatnya ada di sudut kanan dari ia berdiri saat ini.

Halaman belakang rumah kakeknya Nio bisa dibilang seperti gudang. Banyak perabotan yang sudah lama, usang, dan berdebu. Kalau di gambarkan, halaman belakang kakenya Nio ini tertutup tembok di semua sisi nya.

Nio bangkit dan berjalan menuju sana. Cor-an yang sudah diselimuti lumut membuat kaki Nio sedikit basah ketika menginjaknya. Namun itu tidak membuat Nio mundur untuk mendekati sudut itu.

Ada sebuah papan triplek yng tersandar di tembok itu. Nio ingat sekarang! Tepatnya, ia sudah terlepas dari Déjà vu. Nio pernah bermimpi seperti ini beberapa hari yang lalu. Dimimpi itu, ia yakin ada sebuah pintu di sekitar sini.

Karena Nio merasa ada yang mengganjal dengan kehadiran papan triplek itu, ia segera menyingkirkannya dengan pelan. Nio sungguh tidak percaya, mimpinya itu benar! Ada sebuah pintu yang sepertinya terhubung antara rumah kakeknya Nio dengan sekolahan yang berada di balik tembok ini.

Rumah kakeknya Nio ini berada tepat di samping Sekolah Menengah. Jadi, untuk membatasi sekolah itu dengan rumah kakeknya Nio, dibangun lah tembok pembatas itu.

Nio ragu untuk membuka pintu itu. Karena dimimpinya, ia ditarik oleh seorang wanita cantik dan membawanya ke kegelapan di balik pintu itu. Ya walaupun wanita itu cantik, tapi tetap saja Nio tidak mau dibawa ke  kegelapan itu. Namun pemuda itu sangat penasaran apa yang menanti jika membuka pintu itu.

Dengan kekuatan nekat, Nio pun membuka pintu itu secara perlahan. Terlihat sedikit, ternyata tidak segelap yang ada di mimpi. Nio pun membuka lebar pintu itu. Dan tidak terjadi apa-apa. Tidak ada yang menariknya untuk masuk ke dalam.

Tapi anehnya, di sebrang pintu ini ada sebuah ruangan yang dinding nya terbuat dari kayu. Sangat kuno sepertinya. Apakah sekolah itu memiliki ruangan tersebut? Jika punya, namun untuk apa?

Rasa penasaran Nio semakin besar. Dengan berani ia melangkahkan kaki masuk ke dalam pintu itu. Menuju ruangan yang berdinding kayu. Sesudah sampai di dalam, Nio terkejut. Ternyata ini bukan ruangan! Namun ini adalah sebuah rumah!

BRAKK!!

Pintu yang Nio lalui untuk masuk ke sini tiba-tiba tertutup dengan sendirinya. Ia berharap agar bisa kembali dibuka. Tidak seperti di film horror yang tiba-tiba pintunya terkunci.

Nio pun memegang handle pintu lalu membukanya. Syukurlah! Ternyata pintu ini tidak terkunci. Dengan cepat, ia membuka pintunya dan segera ingin kembali ke rumah Kakek karena takut akan terjadi apa-apa.

Setelah dibuka lebar, Nio terkejut bukan main. Yang ia lihat bukanlah halaman belakang rumah kakek. Namun, sebuah bak mandi, kaca, dan tempat untuk buang air.

Ya, itu adalah kamar mandi rumah misterius ini.

***

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama